Syukur alhamdulillah, ziarah wali songo yang dilaksanakan pada tanggal 9 – 13 Juli 2008 berjalan dengan sukses, tanpa ada halangan apa-apa. Berangkat dari Surabaya pada hari Rabu dan kembali ke Surabaya pada hari Minggu, tepat seperti yang direncanakan sebelumnya.
Ziarah wali songo kali ini diikuti oleh 60 peserta orang dewasa, ditambah beberapa anak kecil yang ikut serta. Menggunakan bus pariwisata “Pelita Mas”, rombongan yang terdiri dari satu bus ini berangkat dari Siwalankerto Surabaya, Rabu (9/7) sekitar jam 20.00 WIB, dan tiba kembali di Surabaya hari Minggu (13/7) sekitar jam 10:30 WIB.
Beberapa lokasi yang dikunjungi antara lain :
– Makam Sunan Bungkul
– Makam Sunan Ampel
– Makam Sunan Giri
– Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim
– Makam Sunan Drajat
– Makam Maulana Ibrahim Asmoro Qondi
– Makam Sunan Bonang
– Makam Sunan Muria
– Makam Sunan Kudus
– Makam Sunan Kalijaga
– Makam Sunan Gunung Jati
– Makam Panjalu
– Makam Kyai Raden Santri
– Makam Sunan Pandanaran
Perjalanan wisata religi seperti halnya ziarah wali songo ini, jauh berbeda dengan wisata biasa atau dalam bahasa jawanya “ngelencer”. Yang ditekankan dalam ziarah wali songo, adalah tirakat, bukan untuk bersenang-senang. Itulah sebabnya di sepanjang perjalanan, yang ditemuinya bukanlah kesenangan, tapi penuh dengan kesengsaraan. Badan letih, mengantuk, kaki pegal-pegal karena harus jalan kaki naik-turun gunung seakan sudah menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan.
Bagi saya sendiri, ziarah wali songo kali ini adalah yang ke dua. Ziarah wali songo pertama sekitar bulan Juli 2006 lalu. Sayangnya, ziarah wali songo kali ini tidak mengunjungi Goa Pamejahan, sebuah tempat yang biasa digunakan para wali untuk mengadakan pertemuan. Konon, gua ini terhubung langsung dengan sembilan lokasi para wali berda’wah, seperti Sunan Ampel di Surabaya, Sunan Giri di Gresik, Sunan Bonang di Tuban, dan beberapa lokasi wali yang lain.
Suka dan duka memang selalu menghiasi di setiap perjalanan ziarah ini. Keindahan alam di beberapa lokasi seakan menghapus rasa letih yang ada. Misalnya di Panjalu, kita bisa naik perahu motor mengitari danau, bahkan masuk ke pulau kecil yang berada di tengah danau tersebut. Kita juga bisa menyaksikan matahari terbit dari gunung Jabalkat, makam Sunan Pandanaran.
Perjalanan yang ditempuh selama 4 hari 4 malam ini, sempat beberapa kali bermalam, sekedar untuk menghilangkan letih setelah seharian di perjalanan. Walaupun tempat tidur seadanya, beralaskan karpet, tikar, dan bahkan tidur di teras depan rumah, nampaknya, itu semua sangat berarti bagi peziarah, terutama saya sendiri. Bagaimanapun juga, yang namanya ziarah, harus banyak tirakat. Tidur di penginapan yang seadanya, makan seadanya, sudah biasa.
Leave a Reply