FOSS singkatan dari Free/Open Source Software, yang artinya perangkat lunak komputer yang tersedia bebas untuk digunakan, digandakan, dipelajari, dan dikembangkan karena tersedia kode sumbernya. FOSS adalah perangkat lunak komputer yang bebas disebarluaskan untuk kepentingan apa saja, baik untuk kepentingan pendidikan maupun non pendidikan. FOSS adalah software yang bisa kita buka kode sumbernya, bisa kita pelajari, dan bisa menambahkan kode program di dalamnya, serta bebas disebarluaskan. Bahkan FOSS dapat dipatent-kan, dijual tanpa perlu takut melanggar hukum. Dalam hal ini, contoh software open source adalah Linux, yaitu sistem operasi komputer yang dilengkapi dengan berbagai program untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari.
Berbeda jauh dengan perangkat lunak Proprietary, dalam hal ini diwakili oleh Microsoft Windows buatan Microsoft Corporation. Kita tidak boleh menggandakan, mengedarkan, mengubah programnya dan hanya dialah yang tahu kode sumbernya. Kita hanya diperbolehkan untuk memakainya saja, dan memang hanya diijinkan untuk menggunakan. Kita boleh memiliki software tersebut, tapi tidak boleh merubah kemudian menjualnya lagi.
Microsoft Windows dikenal di Indonesia dalam beberapa bentuk, berupa software asli dan yang lebih banyak lagi berupa software bajakan, yang bisa dimiliki dengan mengeluarkan uang hanya Rp 5.000,- saja. Kemudahan dalam mendapatkan software Windows bajakan tersebut seakan membutakan mata kita terhadap software lain. Apalagi didukung dengan kemudahan dan tampilan Windows yang menawan. Lihat saja, instansi-instansi pemerintah maupun perusahaan swasta begitu bangga menggunakan software ini, seakan-akan Windows adalah segala-galanya bagi mereka. Jika hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang pendek mungkin tidak terlalu banyak berpengaruh, tapi jangka panjangnya bisa mengerdilkan intelektualitas bangsa Indonesia. Membuat bangsa Indonesia menjadi sangat ketergantungan terhadap Microsoft, padahal bangsa Indonesia mestinya bisa lebih mandiri lagi.
Dengan hadirnya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE), segalanya menjadi berubah. Software bajakan mulai diberantas, namun ternyata, usaha Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang itu ibarat mengeluarkan pisau bermata dua. Bagaimana tidak, satu sisi Pemerintah ingin menegakkan UUITE dengan cara memberantas software bajakan, tapi di sisi lain ternyata instansi pemerintah sendiri masih menggunakan software bajakan tersebut. Benar-benar ironis. Berbagai alasan muncul, mereka enggan untuk meninggalkan Windows dikarenakan fasilitasnya yang lengkap dan user friendly. Padahal sebenarnya tidak, FOSS dalam hal ini Linux sebenarnya juga user friendly. Hanya karena belum terbiasa, menjadikan Linux ini sulit untuk dipelajar.
Pemerintah mau tidak mau harus bersikap bijaksana, apakah tetap terbelenggu dengan kehadiran Microsoft Windows, ataukah memilih lebih mandiri dengan menggunakan FOSS. Kalau tetap menggunakan Microsoft Windows, Pemerintah harus menyiapkan anggaran (misalnya 5 triliun) untuk membeli software Windows dan software lain yang asli untuk menggantikan software bajakan pada instansi-instansi pemerintah. Kalau tidak, lalu apa fungsi UUITE? Apakah memang Undang-Undang dibuat untuk dilanggar? Kan tidak! Sebenarnya alternatif untuk meninggalkan Windows dan menyambut kedatangan FOSS terbuka lebar. Daripada anggaran diberikan kepada Microsoft dan hanya memperkaya Bill Gates saja, alangkah baiknya didayagunakan sendiri, misalnya untuk pengentasan kemiskinan dan gizi buruk, atau untuk biaya seminar/pelatihan tentang FOSS. Dengan demikian, belenggu bangsa Indonesia terhadap Microsoft dapat diatasi, dan bangsa Indonesia lebih mandiri dengan kehadiran FOSS.
Leave a Reply