Mungkin kita pernah mendengar lirik salah satu lagu hit yang dibawakan oleh Matta seperti di bawah ini :
O oo… kamu ketahuan, pacaran lagi
Dengan dirinya, teman baikku
Tapi tak mengapa aku tak heran
Karena dirimu cinta sesaatku
Atau lirik lagu “Makhluk Tuhan Paling Sexy” dari Mulan Jameela yang sekarang lagi ngetren :
Otakmu sexy, itu terbukti
Dari caramu memikirkan aku
Matamu sexy, itu terbukti
Dari caramu menatap aku
Ah… ku seperti ada di dalam penjara cintamu
Dan masih banyak lirik lagu yang pernah ngetren yang beredar di pasaran yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu karena saking banyaknya.
Saya tidak akan berbicara tentang siapa yang menciptakan lagu itu atau siapa yang menyanyikan lagu itu karena mungkin tidak terlalu menarik bagi saya. Yang lebih menarik barangkali kalau lagu tersebut dinyanyikan oleh seorang anak yang baru kelas 1 SD seperti tetangga sebelah rumah saya. Anak yang baru berumur sekitar 6-7 tahunan itu sudah terbiasa menyanyikan lagu-lagu itu. Dengan begitu entengnya dia menyuarakan lagu tersebut dengan suara lantang. Dari awal lagu hingga dengan akhir lagu, walaupun masih dengan suara polos. Dari irama yang dibawakannya nampaklah bahwa dia begitu hafal dengan lirik lagu itu. Hebatnya lagi, dia lebih hafal daripada saya walaupun sebenarnya saya mantan gitaris band yang dulu sudah biasa membawakan lagu-lagu seperti itu. Apalagi kalau ada acara musik di salah satu stasiun televisi. Dia tidak akan pernah ketinggalan untuk menonton. Bahkan tidak jarang dia ikut bernyanyi dengan suara yang lebih keras hingga terdengar dari rumah saya.
Yang menjadi pertanyaan, banggakah kita sebagai orang tua jika mempunyai anak seperti itu? Atau justru sebaliknya? Berbagai pendapat mungkin berbeda-beda. Tapi kalau saya lihat dari sisi yang lain, justru saya merasa prihatin dengan kemampuan anak itu. Prihatin dalam arti, anak seusia dia sebenarnya belum pantas untuk menyanyikan lagu-lagu itu. Lagu-lagu itu hanya pantas untuk dinyanyikan oleh anak remaja seusia anak SMA. Anak seusia dia sebenarnya masih dalam proses pembentukan akhlak. Dia mempunyai rasa ingin tahu yang sangat besar. Biasanya, dia ingin mempraktekkan segala sesuai yang pernah dia lihat. Seperti dalam kasus anak kecil yang melompat dari lantai 2 karena menirukan aksi superman. Jiwa mereka masih labil dan perlu ditanamkan budi pekerti yang luhur agar kelak menjadi generasi muda yang berguna.
Memang tak bisa dipungkiri, bahwa anak-anak jaman dulu sangat jauh berbeda dengan anak-anak jaman sekarang. Pada saat saya masih kelas 1 SD dulu, saya belum mengenal lagu-lagu semacam ini. Lagu-lagu yang saya nyanyikan pun hanya sebatas lagu-lagu yang diajarkan oleh guru-guru di sekolah, seperti lagu Garuda Pancasila, Padamu Negeri, dan lain-lain. Itu harus dihafalkan, dan belum mengenal lagu-lagu untuk kalangan remaja. Berbeda dengan anak-anak jaman sekarang. Mereka kurang hafal dengan lagu-lagu yang diajarkan di sekolah, tapi justru lebih hafal dengan lagu-lagu kalangan remaja. Sungguh ironis. Terus, bagaimana dengan nasib negara kita dalam beberapa puluh tahun lagi kalau mempunyai calon generasi muda yang seperti ini? Bagaimana dengan sikap nasionalismenya? Apakah berani mengorbankan jiwa dan raga demi membela nusa dan bangsa? Tentunya, waktulah kelak yang akan menjawab.
Leave a Reply