Pemahaman Konsep Siap Pakai

Pada postingan saya terdahulu yang bisa dibaca di sini telah saya uraikan tentang Tujuan Pendidikan dan pengertian dari Siap Pakai. Juga telah saya gambarkan tentang struktur Siap Pakai yang meliputi Siap Pakai Ketrampilan dan Siap Pakai Mental. Dimana Siap Pakai Ketrampilan terdiri dari Siap Pakai Teori dan Siap Pakai Praktek. Sedangkan Siap Pakai Mental terdiri dari Mengenal Diri Sendiri, Mengenal Lingkungan, Membangun Impian, dan Mampu Bersosialisasi.

Di beberapa lembaga pendidikan yang pernah saya kunjungi banyak yang mencanangkan tentang program siap pakai, dimana para lulusan dari lembaga pendidikan tersebut diharapkan menjadi tenaga yang siap pakai. Begitu lulus mereka diharapkan bisa langsung mendapatkan pekerjaan. Tapi kenyataannya jauh berbeda. Ternyata masih banyak juga para lulusan yang masih menganggur. Mereka gagal bukan karena siapa-siapa tapi karena mereka sendiri. Mereka kurang memahami tentang konsep siap pakai yang diajarkan. Seperti halnya memancing. Orang memancing itu, tentunya ada yang mendapatkan ikan dan ada juga yang tidak mendapatkan apa-apa. Kenapa bisa begitu? Padahal alat yang digunakan sama yaitu pancing dan umpan. Karena orang yang mendapatkan ikan banyak, mereka sangat mengenal ilmu memancing mulai dari mengenali karakteristik pancingnya, mengenali jenis kail yang digunakan bahkan mengenal ikan yang akan dipancing untuk menentukan umpan yang digunakan. Sedangkan orang yang tidak mendapatkan apa-apa ini kurang memahami tentang ilmu memancing. Mereka hanya sekedar memancing saja. Mereka tidak mengenali jenis umpan yang digunakan untuk memancing. Dan tentu saja hasilnya akan siap-sia saja.

Demikian pula tentang konsep Siap Pakai. Banyak kegagalan-kegagalan terjadi karena mereka kurang memahami tentang konsep Siap Pakai. Saya gambarkan lagi tentang struktur dari Siap Pakai seperti di bawah ini :

skema-siap-pakai.jpg

Dalam hal ini Siap Pakai terdiri dari Siap Pakai Ketrampilan dan Siap Pakai Mental. Jadi seseorang dapat dikatakan Siap Pakai jika memiliki Siap Pakai Ketrampilan dan Siap Pakai Mental yang seimbang.

Siap Pakai Ketrampilan identik dengan kata “diperintah” sedangkan Siap Pakai Mental identik dengan kata “memerintah”. Dua kata ini selalu mengiringi kita dimanapun kita berada, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di tempat kerja. Seorang direktur atau manajer cenderung memerintah daripada diperintah. Sedangkan staff cenderung diperintah. Dari sini sudah dapat dilihat bahwa seorang direktur atau manajer memiliki Siap Pakai Mental yang lebih dominan daripada Siap Pakai Ketrampilan. Sedangkan staf yang cenderung diperintah ini memiliki Siap Pakai Ketrampilan yang lebih dominan daripada Siap Pakai Mental

Inilah yang membedakan antara pendidikan di negara kita dengan pendidikan di negara lain. Pendidikan di negara kita hanya mengedepankan tentang pembinaan ketrampilan sehingga kalaupun menjadi tenaga yang siap pakai hanyalah siap pakai ketrampilan yang dimiliki, sehingga di perusahaan hanya menduduki posisi staff. Sebaliknya dengan pendidikan di luar negeri mengedepankan tentang pendidikan mental sehingga di perusahaan bisa menempati jabatan yang lebih tinggi. Itulah sebabnya kenapa perusahaan-perusahaan besar di negara kita lebih mempercayakan kepada orang-orang dari luar negeri untuk menduduki posisi vital di dalam perusahaan tersebut.


Posted

in

, ,

by

Comments

  1. devari Avatar

    waaa tepat sekali apa yg diuraikan terutama yg bagian mental. kita klo udah giliran dibandingkan ama tenaga kerja asing, duluan keok sebelum bertanding. padahal lom tentu mereka lebih segala2nya. tidak mengherankan di Bali hampir sebagian besar top eksekutif hotel2nya orang asing semua.

    devari’s last blog post..Salut Dispenda Denpasar

  2. Zee Avatar

    Orang kita memang harus dilatih mentalnya sejak duduk di pendidikan dasar. Dr cara mengajar guru saja kita sdh diajarkan utk takut pd guru, utk tunduk, trs kl melawan bakal dikenakan hukuman. Jdnya sampe tamatpun mental sdh terbentuk spt itu.
    Mustinya sistem pengajaran hrs diubah, anak2 & guru hrs membuka forum diskusi yg terbuka, jd mental yg pede pun terbangun dgn sendirinya.

    Zee’s last blog post..Gado-Gado BOPLO

  3. gempur Avatar

    wah keren postingannya pask! konsep pembangunan mental itu memang susah.. kadang saya juga haus banyak mengevaluasi diri, apakah tleah menjadikan anak didik takut, segan, atau proporsional dalam menyikapi perilaku saya di kelas? kudu banyak merenung…

    gempur’s last blog post..Saatnya Memiliki Industri Nasional

  4. sawali tuhusetya Avatar

    pak edi, konsep siap pakai memang bagus juga, pak. tapi dikhususkan bagi generasi yang memang mengalami kendala dalam kemampuan ekonomi sehingga tidak bisa melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. konsp siap pakai pun perlu diperlus agar mereka tak terjebak menjadi sekadar “tukang” tapi juga perlu dibekali dg masalah enterprenurship sehingga kelak mereka juga siap pakai untuk jadi boss, hehehehe 😆

    sawali tuhusetya’s last blog post..Mereka adalah Anak-anak yang Memiliki Dunianya Sendiri

  5. nelson Avatar

    iya ya…
    sistem di indonesia perlu dirubah ni.
    bagaimana pemerintah??? 😕

    nelson’s last blog post..sakit = sengsara

  6. Edi Psw Avatar

    » Devari :
    Memang yang dinamakan boss itu bukan berarti bisa segala-galanya. Bahkan banyak boss yang tidak memiliki ketrampilan di bidangnya. Dia hanya berbekal strategi dan mampu memimpin anak buahnya saja.

    » Zee :
    Alangkah baiknya kalau memang sistem pendidikan di negara kita ini dibuat seperti mentoring. Siswa pun diajak langsung terjun ke masyarakat. Dan yang harus ditekankan bahwa guru bukanlah segala-galalanya sumber ilmu.

    » Gempur :
    Sayapun juga melakukan hal yang sama, Mas. Sayapun juga mengakui bahwa memang pembinaan mental itu sangat sulit karena menyangkut karakter seseorang. Padahal karakter seseorang itu kan berbeda-beda.

    » Sawali :
    Maka dari itu, Pak. Pembinaan mental justru harus lebih banyak diberikan kepada siswa agar kelak mempunyai tingkat kesiappakaian mental yang lebih tinggi sehingga bisa menjadi boss.

    » Nelson :
    Pemerintah sebenarnya sudah berupaya secara maksimal, cuman belum menemukan sesuatu yang baku sehingga selalu ada perubahan di kurikulum pendidikan.

  7. Redi Yuniansuro Avatar

    Sangat setuju ……. terutama pada mental kita. karena seberapapun bagusnya suatu program yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan , tetapi tidak diikuti oleh mental yang bagus dalam merespon program dan meng aplikasikannya di lapangan . semuanya akan mentah . asalnya dari kertas akan kembali menjadi kertas, belaka., kosong …. saya tidak menyalahkan siapa – siapa , hanya risih bila memikirkan hal ini….

    Redi Yuniansuro’s last blog post..MAU IKUTAN SURVEY ?

  8. det Avatar

    wah… kalo siap pakai saja masih kurang pak. pakai itu kata netral, harus diberi imbuhan biar jelas. SIAP DIPAKAI atau SIAP MEMAKAI

    SIAP DIPAKAI: begitu lulus kerja ke orang. biasanya juga tidak bisa langsung bisa dipakai untuk melakukan tugas tertentu, harus ada training/orientasi

    SIAP MEMAKAI: begitu lulus siap memakai lulusan lain yang siap dipakai. kelompok ini punya keberanian memulai atau meneruskan usaha dan mimpi yang nyata untuk sukses

    tinggal mau pilih mana?!

    det’s last blog post..Rebut saja!

  9. Edi Psw Avatar

    » Redi Yuniansuro :
    Memang sebenarnya siap pakai mental itu lebih penting daripada siap pakai ketrampilan. Nggak usah jauh-jauh. Bos saya dulu hanya bisa sedikit tentang komputer, padahal perusahaannya bergerak dalam bidang pendidikan komputer. Tapi dia mempunyai siap pakai mental yang bagus sehingga bisa mengendalikan perusahaan dengan baik.

    » Det :
    SIAP PAKAI merupakan kata pasif, Mas. Kalau diberi imbuhan “di” justru mempunyai konotasi negatif. Kata “DIPAKAI” berarti yang digunakan orangnya, seperti Wanita Dipakai, dll.

  10. Juliach Avatar

    Banyak orang Indonesia tidak punya pengalaman dalam sehari-harinya. Misalnya saja: Mayoritas pria tidak bisa memasak, Insinyur Sipil/arsitek tidak bisa nukang, jadi hanya hitungan saja. dll. Hal ini disebabkan kita biasa dimanja dengan kemudahan-kemudahan: pembantu, tukang, sopir, warteg dll.

    Lain lagi di luar negeri. Saking tenaga itu mahal sekali, orang-orang terdidik jadi mandiri. Kalau mau hidup kecukupan, ya harus masak sendiri. Makan di restoran terus bisa bikin bangkrut. Renovasi rumah, ya harus sendiri, plus ditambah dengan pendidikan sekolah. Jadi hasilnya lebih mantep. Mereka suka coba-coba untuk mendapatkan hasil semurah mungkin dan segampang mungkin mengerjakannya.

    Tetapi pendapat anda juga saya sangkal :
    ” Sebaliknya dengan pendidikan di luar negeri mengedepankan tentang pendidikan mental sehingga di perusahaan bisa menempati jabatan yang lebih tinggi. Itulah sebabnya kenapa perusahaan-perusahaan besar di negara kita lebih mempercayakan kepada orang-orang dari luar negeri untuk menduduki posisi vital di dalam perusahaan tersebut”

    Mengapa? Karena perusahaan besar itu bego dan angkuh. Sebener lulusan luar negeri itu tidak jauh berbeda dengan lulusan dalam negeri. Begonya: mereka masih dan lebih percaya (bahkan bangga) dengan “MERK LUAR NEGERI”.

    Kapan ya kita menghargai produk dalam negeri?

    Juliach’s last blog post..Santailah, Mak!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *