Hujan, Akhirnya Datang Juga

Berbulan-bulan ditemani oleh teriknya matahari yang menyengat kulit ini. Pergantian musim mestinya harus sudah terjadi. Di negara tropis, bulan Oktober sampai dengan Maret adalah musim penghujan dan mestinya sudah turun. Sudah lama memang menunggu kedatangan siramannya. Berharap rintik-rintik turun menyirami bumi tercinta ini, menyemburkan kesegaran ke seluruh sudut-sudut jalan yang dilalui padatnya lalulintas kendaraan.

Dan, hujan akhirnya datang juga. Hanya saja datangnya hujan kali ini tidak seperti yang diharapkan kebanyakan orang termasuk saya. Hujan yang mengguyur daerah Surabaya dan sekitarnya Senin (3/12) ini terlalu deras. Lebat dan butiran-butiran airnya terlalu besar. Bisa dipastikan, dalam waktu beberapa jam saja akhirnya banjir melanda beberapa wilayah kota Surabaya.

Saya yang saat itu kebetulan sedang mengajar seakan tidak memperdulikan lagi keadaan di luar sana. Hujan deras seakan tidak mengganggu proses belajar mengajar di laboratorium TIK walaupun sesekali saya menengok ke luar ruangan. Anak-anak pun seakan terbawa suasana di kelas. Apalagi mereka semua sedang online di internet membuat mereka tidak memperdulikan lagi keadaan di luar. Deteksi yang saat itu entah berada di mana selalu menyapa saya menggunakan YM walaupun hanya sekedar menanyakan tentang kabar. Dinginnya udara di laboratorium TIK terasa semakin dingin saat itu. Ditambah lagi dengan dinginnya udara dari 3 AC yang selalu menyala. Dinginnya seakan menusuk sampai ke tulang.

Semakin sore nampaknya hujan mulai reda, membuat hati saya mulai lega. Walaupun sebenarnya masih ada sisa-sisa titik-titik air yang jatuh dari langit.  Hal ini berlangsung lama hingga bel sekolah berbunyi menandakan pelajaran sekolah telah usai. Anak-anak bergegas pulang menuju ke rumahnya masing-masing. Seperti biasanya, saya tidak langsung pulang walaupun jam sekolah sudah selesai. Saya sempatkan untuk mengakses internet beberapa menit walaupun hanya sekedar untuk membaca.

Saat jarum pendek jam dinding mengarah ke angka 5 kurang sedikit, saya bergegas mengemasi barang-barang saya karena saya tahu bahwa jam segitu pintu gerbang sekolah mulai ditutup. Saya bergegas melangkahkan kaki meninggalkan ruang lab TIK menuju ke arah parkir. Rupanya di sana ada Pak Harto yang sejak tadi masih menunggu hujan reda. “Koq belum pulang, Pak!”, begitu sapa saya sambil menyiapkan jas hujan yang sudah lama tidak saya pakai.

Rupanya banjir yang melanda Surabaya saat itu membuat beberapa orang keder juga.  Pak Harto yang rumahnya tidak seberapa jauh dari rumah saya rela menunggu sampai hujan reda. Mungkin bukan hanya hujan reda yang ditunggu tapi banjir reda itulah yang ditunggu-tunggu, karena jalan menuju ke rumah mau tidak mau harus melewati daerah banjir yang saat itu hampir setinggi pantat orang dewasa.

Sumber Foto :  www.tempo.co.id


Posted

in

,

by

Tags:

Comments

  1. Det_caT Avatar

    YESSS VERTAMAXXX LAGI!!!

    panas repot kepanasan. hujan repot kebanjiran. enak yang sedang-sedang aja kok emang!

  2. Edi Psw Avatar

    Benar, Mas. Di Surabaya memang serba repot.
    Panas kalo kepanasan repot.
    Hujan kalo terlalu desar ya repot.
    Pokoknya serba repot.

    Yang nggak repot ya yang sedang2 aja.

  3. gempur Avatar

    milih mana, dipanasi opo diudani? hayooo

    wakakakakakakak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *