Kita sebagai salah satu warga negara yang tinggal di Indonesia tentunya sudah mengenal beberapa kesenian daerah yang ada di negara kita. Pada saat kita masih di Sekolah Dasarpun sudah dikenalkan dengan berbagai macam kesenian daerah yang ada di Indonesia. Mulai dari wayang kulit, ketoprak, ludruk, dan berbagai macam kesenian yang ada di daerah-daerah lain. Salah satu kesenian daerah yang cukup terkenal dari Ponorogo adalah kesenian Reog. Saya sendiri sebagai orang Ponorogo asli cukup mengenal kesedian itu. Di Ponorogo biasanya kesenian Reog ini digelar untuk memperingati acara-acara tertentu seperti acara tujuhbelasan, grebeg suro, dan berbagai acara lain.
Pada awalnya, munculnya kesenian Reog Ponorogo ini berawal dari kisah Raja Kelono Suwandono yang berasal dari kerajaan Bantar Angin hendak melamar seorang putri yang sangat cantik jelita bernama Putri Songgo Langit dari Kerajaan Kediri. Menurut cerita kakek saya (dulu) Kerajaan Bantar Angin ini letaknya di daerah Sumoroto yaitu di wilayah barat kota Ponorogo. Kisahnya sangat panjang kalau diceritakan disini, mungkin akan saya tulis di postingan tersendiri. Akhirnya dari kisah ini muncullah kesenian Reog Ponorogo yang sekarang sudah dikenal dimana-mana bahkan sampai di mancanegara.
Saya sungguh prihatin mendengar kabar yang sedang santer saat ini, terutama di dunia maya tentang kesenian Reog Ponorogo yang diklaim oleh Malaysia menjadi miliknya dengan nama Barongan. Di atas kepala singa diberi tulisan “Malaysia” untuk mempengaruhi orang-orang agar seakan-akan kesenian ini berasal dari Malaysia. Dan anehnya lagi, menurut mereka munculnya kesenian ini berasal dari kisahnya Nabi Sulaiman. Padahal kita semua tahu bahwa hanya ada satu kesenian Reog yaitu Reog dari Ponorogo.
Saya sungguh sangat prihatin dengan keadaan negara kita. Seakan musibah tidak ada henti-hentinya mendera negeri ini. Setelah beberapa tahun lalu kehilangan Propinsi Timor-Timur, disusul hilangnya Pulau Sipadan dan Ligitan, kali ini diberitakan kehilangan kesenian Reog Ponorogo yang katanya diklaim oleh Malaysia menjadi kesenian daerah di mereka dengan nama Barongan. Bukan ini saja, alat musik angklung dan lagu Rasa Sayange sudah lebih dulu diklaim oleh pihak Malaysia. Hanya saja untuk lagu Rasa Sayange sedikit diubah liriknya menjadi Rasa Sayang Hey karena katanya dalam bahasa melayu tidak ada akhiran yang menyebutkan e (sayang-e).
Terus bagaimana sikap pemerintah dalam menanggapi hal ini? Apakah pemerintah hanya diam saja dalam kasus ini? Tidak bisa! Pemerintah harus bersikap tegas dan harus segera mengklarifikasikan masalah ini dengan pihak Malaysia. Kalau tidak, kita akan kehilangan segala-galanya dan akan menjadi negara yang lemah.
Sumber foto : www.surabayatourism.com
Leave a Reply